Nostalgia BlackBerry: Sudah Tenggelam, Kini Diburu Gen Z Demi Tren TikTok

BlackBerry, Dulu Raja Kini Jadi Nostalgia
Masa Keemasan BlackBerry di Indonesia
BlackBerry Di awal 2000-an hingga pertengahan 2010-an, BlackBerry adalah simbol status, gaya hidup, dan alat komunikasi utama di Indonesia. Siapa yang tidak kenal dengan BBM (BlackBerry Messenger)? Aplikasi chatting eksklusif ini hanya bisa digunakan oleh sesama pengguna BlackBerry, membuatnya terasa lebih privat dan prestisius.
Saat itu, memiliki BlackBerry berarti tergabung dalam kelompok elite digital. Mulai dari pelajar, mahasiswa, hingga pekerja kantoran, semuanya ingin punya PIN BB sendiri. Fitur push email, keyboard QWERTY yang nyaman, dan trackpad yang ikonik membuat ponsel asal Kanada ini digilai.

Dominasi Pasar dan Ketergantungan Konsumen
BlackBerry sempat menguasai hingga lebih dari 40% pangsa pasar ponsel pintar di Indonesia. Bahkan, pemerintah dan kalangan eksekutif lebih memilih BlackBerry karena dianggap lebih aman. BlackBerry Enterprise Server (BES) yang dirancang untuk keamanan menjadi nilai jual utama bagi para profesional.
Fenomena ini membuat toko-toko ponsel ramai menjual berbagai seri BlackBerry, dari Curve, Bold, hingga Torch. Bahkan, BlackBerry menjadi barang hadiah mewah kala itu, dan banyak iklan TV menampilkan selebriti dengan BlackBerry di tangan.
Kehancuran BlackBerry: Pelajaran dari Puncak ke Jurang
Gagal Beradaptasi di Era Layar Sentuh
Kesuksesan BlackBerry justru menjadi awal dari kehancurannya. Ketika Apple meluncurkan iPhone dengan layar sentuh penuh pada 2007, disusul Android, BlackBerry enggan meninggalkan desain QWERTY fisiknya. Mereka meremehkan tren baru dan terlalu percaya diri dengan ekosistem tertutup mereka.
BlackBerry Z10, upaya mereka memasuki pasar full touchscreen, dirilis terlambat dan tak mampu bersaing. Pengembang aplikasi pun mulai meninggalkan platform BlackBerry OS karena ekosistemnya tertutup dan kurang fleksibel dibanding Android.
Hilangnya Daya Tarik di Mata Konsumen
Saat aplikasi media sosial dan game makin berkembang di Android dan iOS, BlackBerry tertinggal jauh. Generasi muda yang mulai beralih ke Instagram, Snapchat, dan YouTube menemukan bahwa BlackBerry tidak mendukung aplikasi-aplikasi tersebut secara maksimal.
Munculnya WhatsApp juga menggerus eksklusivitas BBM. Aplikasi lintas platform ini membuat komunikasi tak lagi membutuhkan PIN, cukup dengan nomor telepon. Perlahan tapi pasti, pengguna BlackBerry mulai migrasi.

Akhir Resmi Era BlackBerry
Pada Januari 2022, BlackBerry resmi menghentikan dukungan sistem operasi lawas mereka. Server BBM, BES, dan sistem lainnya dimatikan, membuat perangkat lama tak bisa digunakan sepenuhnya. Pengumuman ini seolah menjadi “pemakaman resmi” bagi ponsel legendaris ini.
Namun, seperti pepatah “mati satu tumbuh seribu,” BlackBerry tidak benar-benar lenyap dari budaya pop. Justru, kini muncul kembali lewat cara yang tidak terduga.
BlackBerry Kembali! Kali Ini Dibangkitkan oleh Gen Z
Tren TikTok Picu Kegilaan Baru
Sejak pertengahan 2023, TikTok dipenuhi konten bertema “nostalgia digital”. Salah satu objek yang paling banyak dibicarakan adalah BlackBerry. Gen Z, yang sebagian besar bahkan belum pernah memakai BlackBerry saat masa kejayaannya, justru penasaran dan ingin mencicipi pengalaman “retro digital” itu.
Hashtag seperti #blackberryaesthetic, #bbmcomeback, dan #genzvintage mulai ramai digunakan. Video yang menampilkan orang mengetik cepat di keyboard fisik BlackBerry, mendengar notifikasi BBM masuk, hingga membuka menu dengan trackpad, menjadi konten viral.
Motif Estetik dan FOMO (Fear of Missing Out)
Bagi Gen Z, BlackBerry bukan soal fungsi, melainkan gaya hidup. Ponsel ini dianggap “unik” di tengah dominasi smartphone seragam. Keyboard fisik dan bentuknya yang tebal dianggap aesthetic dan beda dari yang lain.
Beberapa pengguna bahkan menyebut BlackBerry sebagai bagian dari “digital detox”. Karena aplikasi modern tidak mendukung, mereka merasa lebih fokus saat memakai BlackBerry, terutama untuk menulis jurnal digital, mengetik ide, atau hanya sekadar tampil beda di kafe.

Pasar Sekunder dan Perburuan Barang Bekas
Fenomena ini menciptakan pasar baru untuk BlackBerry bekas. Platform seperti Tokopedia, Shopee, hingga marketplace luar seperti eBay dipenuhi listing BlackBerry jadul. Harga BlackBerry Curve atau Bold yang dulu bisa ditemukan di laci rumah kini bisa melambung hingga Rp 500 ribu – Rp 1 juta tergantung kondisi.
Beberapa seller bahkan menjual BlackBerry “refurbish” dengan mengganti casing dan baterai baru agar tampak segar. Peminat utamanya? Tentu saja Gen Z yang mencari sensasi berbeda dan “vintage feel” dalam keseharian digital mereka.
Apa Sih yang Dicari Gen Z dari BlackBerry?
Nostalgia Era yang Tak Pernah Mereka Alami
Fenomena ini mirip dengan tren kaset dan kamera film yang digemari anak muda masa kini. Meskipun mereka tidak hidup di era itu, rasa penasaran dan keinginan merasakan sesuatu yang “otentik” dan analog membuat mereka tertarik.
BlackBerry menjadi simbol masa lalu yang bisa dihidupkan kembali dengan sentuhan modern. Mengetik dengan tombol fisik, memainkan game klasik seperti BrickBreaker, hingga memamerkan “PIN BB” dalam bio TikTok, semua itu adalah bentuk ekspresi digital yang berbeda dari era touchscreen serba cepat.
Menolak Kejenuhan Digital
Di tengah kecanggihan dan ketergantungan pada ponsel pintar, sebagian Gen Z justru merasa jenuh. Notifikasi tanpa henti, tuntutan online 24/7, dan media sosial yang terus-menerus menuntut keterlibatan membuat mereka ingin “melambat.”
BlackBerry hadir sebagai solusi untuk nostalgia sekaligus perlambatan digital. Mereka hanya memakai BlackBerry untuk nulis, denger musik, atau chatting terbatas. Selebihnya, ponsel utama tetap digunakan, tapi dengan intensitas yang dikurangi.
Aesthetic dan Gaya Hidup
BlackBerry tidak hanya jadi alat komunikasi, tetapi juga bagian dari fashion statement. Anak muda memasukkan BlackBerry ke dalam outfit mereka, lengkap dengan case transparan, stiker, atau bahkan menggantungkannya di leher dengan tali seperti aksesori.
Mereka tidak sekadar menggunakan, tapi menjadikan BlackBerry sebagai bagian dari persona daring. Pose dengan BB Bold di tangan sambil menyeruput kopi latte di kafe lokal? Itu tren baru sekarang.
Reaksi dari Mantan Pengguna Lama
Kenangan Lama yang Kembali
Bagi generasi 80-an dan 90-an yang dulu memakai BlackBerry saat kuliah atau kerja, tren ini membangkitkan nostalgia. Mereka ikut menyimak video TikTok sambil tersenyum mengenang masa-masa broadcast message, invite PIN, dan status BBM penuh kode.
Beberapa bahkan tergoda membeli kembali unit lama mereka, sekadar untuk menyentuh kembali keyboard yang dulu sangat akrab.
Kritik dan Realita
Namun, ada juga yang merasa tren ini hanya “gaya-gayaan” tanpa memahami nilai fungsional BlackBerry di masa lalu. Banyak yang menyebutkan bahwa BlackBerry dulu bukan sekadar alat gaya, tapi perangkat produktivitas yang membantu menyelesaikan pekerjaan, membaca email, dan mengatur jadwal.
Selain itu, secara teknis, perangkat BlackBerry lawas kini tak bisa digunakan secara maksimal. Tanpa server BBM aktif dan keterbatasan koneksi internet, BlackBerry lebih sering dijadikan hiasan daripada perangkat utama.
Akankah BlackBerry Bangkit Lagi?
Upaya Brand untuk Bertahan
Sebenarnya, BlackBerry sempat mencoba bertahan lewat kerja sama dengan TCL, merilis seri BlackBerry KeyOne dan Key2 berbasis Android. Namun, pasar tak menyambut antusias. Di 2020, TCL pun berhenti memproduksi ponsel BlackBerry.
Di 2021, perusahaan teknologi OnwardMobility sempat mengumumkan akan merilis BlackBerry 5G dengan keyboard fisik, tapi proyek itu akhirnya dibatalkan. Kini, lisensi brand BlackBerry untuk ponsel tidak lagi aktif.
Harapan di Jalur Alternatif
Meski tidak kembali sebagai produsen ponsel, brand BlackBerry kini fokus pada solusi keamanan siber dan perangkat lunak enterprise. Nama BlackBerry masih kuat di sektor korporat, walau tak lagi di genggaman tangan konsumen umum.
Namun, jika tren Gen Z terus meningkat, bukan tak mungkin ada pihak ketiga yang kembali melirik BlackBerry untuk reinkarnasi sebagai ponsel retro bergaya modern. Atau, bisa jadi ini hanyalah gelombang tren sesaat yang akan tenggelam kembali, seperti kebanyakan nostalgia digital lainnya.
Penutup: BlackBerry, Dari Simbol Prestise ke Ikon Aesthetic
Tren BlackBerry di kalangan Gen Z lewat TikTok membuktikan satu hal: teknologi lama tak pernah benar-benar mati. Ia hanya menunggu waktu untuk dikenang kembali, kadang dengan makna baru yang bahkan tak pernah dibayangkan oleh penciptanya.
BlackBerry dulu adalah simbol kekuasaan digital, kini menjadi ikon estetika vintage yang dicari demi pengalaman yang berbeda. Mungkin kita tak lagi mendengar “ping!!!” BBM masuk, tapi bunyi itu tetap hidup dalam kenangan—dan kini, dalam konten viral TikTok.