Polisi Tetapkan Ketua Cabang dan Sekjen Ormas sebagai Tersangka Dugaan Pemerasan di Depok

Polisi Depok, 18 Mei 2025 — Kepolisian Resor Metro Depok resmi menetapkan dua petinggi sebuah organisasi masyarakat (ormas) lokal sebagai tersangka dalam kasus dugaan pemerasan terhadap sejumlah pelaku usaha di wilayah Depok, Jawa Barat. Kedua tersangka berinisial AR (45), yang menjabat sebagai Ketua Cabang, dan YS (38), yang diketahui merupakan Sekretaris Jenderal ormas tersebut.

Polisi

Penetapan ini dilakukan setelah penyidik menemukan cukup bukti terkait dugaan pemerasan yang terjadi dalam kurun waktu dua bulan terakhir. Dalam modus operandinya, para tersangka diduga meminta uang keamanan secara paksa kepada para pelaku usaha kecil dan menengah dengan mengatasnamakan “pengamanan wilayah” dan perlindungan dari gangguan pihak luar.

Modus Pemerasan: Uang Keamanan Berkedok Iuran Ormas

Kepala Polres Metro Depok, Kombes Pol Arya Nugraha, dalam konferensi pers yang digelar pada Sabtu (17/5), menjelaskan bahwa AR dan YS telah melakukan tindakan intimidasi terhadap setidaknya delapan pelaku usaha di kawasan Sawangan dan Beji. Mereka mendatangi toko-toko, kios pedagang kaki lima, hingga warung makan, menuntut pembayaran yang disebut sebagai “iuran keanggotaan dan perlindungan” ormas.

“Uang yang diminta bervariasi, mulai dari Rp500.000 hingga Rp2.000.000 per bulan, tergantung pada jenis dan lokasi usaha,” ujar Kombes Arya. “Jika pemilik usaha menolak, para tersangka mengancam akan mendatangkan massa ormas atau membuat keributan di lokasi usaha.”

Menurut pihak kepolisian, tindakan tersebut tidak hanya melanggar hukum, tetapi juga menciptakan rasa takut dan tekanan psikologis di kalangan pelaku UMKM yang seharusnya mendapat perlindungan dan rasa aman dalam menjalankan usahanya.

Pengungkapan Kasus Berawal dari Laporan Warga

Kasus ini terungkap setelah seorang pemilik warung makan di kawasan Beji melaporkan intimidasi yang dialaminya kepada pihak kepolisian pada awal April 2025. Korban mengaku merasa tertekan dan takut saat AR dan YS mendatangi tempat usahanya dan memaksa memberikan “uang keamanan” agar warungnya tidak diganggu.

Laporan tersebut segera ditindaklanjuti oleh Satreskrim Polres Metro Depok. Setelah melakukan penyelidikan selama beberapa minggu, penyidik berhasil mengumpulkan bukti rekaman CCTV, percakapan melalui pesan singkat, serta kesaksian dari sejumlah korban lain yang mengalami hal serupa.

“Setelah rangkaian penyelidikan dan pengumpulan bukti, kami menetapkan keduanya sebagai tersangka pada 15 Mei 2025,” ungkap Arya.

Barang Bukti dan Penahanan

Dalam penggeledahan yang dilakukan di kantor sekretariat ormas tersebut, polisi menyita sejumlah barang bukti, di antaranya kwitansi pembayaran palsu, buku catatan keuangan, ponsel milik tersangka yang berisi komunikasi dengan korban, serta atribut ormas yang digunakan saat melakukan intimidasi.

Keduanya kini ditahan di Mapolres Metro Depok untuk menjalani proses hukum lebih lanjut. Mereka dijerat dengan Pasal 368 KUHP tentang pemerasan, dengan ancaman hukuman maksimal sembilan tahun penjara.

Reaksi Ormas: Jaga Netralitas dan Hormati Proses Hukum

Menyusul penetapan dua petingginya sebagai tersangka, pihak pusat ormas tersebut mengeluarkan pernyataan resmi yang menyatakan akan menghormati proses hukum dan tidak akan melakukan intervensi. Ketua umum ormas di tingkat nasional, melalui keterangan tertulisnya, menegaskan bahwa tindakan individu yang bertentangan dengan hukum bukan merupakan cerminan sikap organisasi secara keseluruhan.

“Kami mendukung proses hukum yang sedang berjalan dan menyerahkan sepenuhnya kepada pihak berwenang. Jika terbukti bersalah, maka individu tersebut harus mempertanggungjawabkan perbuatannya,” tulis pernyataan itu.

Namun, sejumlah pihak menilai bahwa peristiwa ini harus menjadi momentum evaluasi terhadap peran ormas di tengah masyarakat. Wakil Ketua DPRD Kota Depok, Indra Prawira, menyampaikan bahwa pemerintah daerah dan aparat penegak hukum harus lebih aktif dalam mengawasi aktivitas ormas agar tidak keluar dari jalur konstitusional.

Pengamat: Fenomena ‘Premanisme Berkedok Ormas’ Perlu Dihentikan

Pengamat hukum pidana dari Universitas Indonesia, Dr. Siska Lestari, menyatakan bahwa kasus ini hanyalah “puncak gunung es” dari fenomena yang sudah lama terjadi di berbagai daerah, yaitu premanisme yang berlindung di balik bendera organisasi masyarakat.

“Ormas seharusnya hadir untuk membantu masyarakat, bukan malah menjadi sumber ketakutan,” ujarnya. “Pemerasan yang dilakukan oleh ormas, apalagi dengan memanfaatkan simbol-simbol organisasi, sangat membahayakan tatanan sosial dan ekonomi masyarakat kecil.”

Ia juga mendesak pemerintah agar memperketat regulasi terkait pendirian dan pengawasan ormas, serta memberi pelatihan kepada aparat untuk membedakan antara ormas yang aktif dalam kegiatan sosial dan ormas yang disalahgunakan untuk kepentingan pribadi atau kelompok tertentu.

Penutup: Harapan untuk Penegakan Hukum yang Tegas

Kasus ini menjadi pengingat keras bahwa tidak ada individu atau kelompok yang kebal hukum, tak peduli seberapa besar pengaruhnya di masyarakat. Tindakan pemerasan, apalagi dengan membawa-bawa nama organisasi, harus ditindak tegas demi menjaga rasa aman dan keadilan bagi seluruh warga.

Pihak kepolisian mengimbau masyarakat, khususnya pelaku usaha, untuk tidak ragu melapor jika mengalami tindakan serupa. “Kami pastikan perlindungan hukum bagi setiap pelapor. Jangan takut terhadap intimidasi. Negara hadir untuk melindungi warganya,” tegas Kombes Arya.

Dengan adanya kasus ini, diharapkan menjadi titik tolak bagi penguatan pengawasan terhadap ormas dan mendorong budaya hukum yang lebih adil, transparan, dan berpihak kepada rakyat kecil.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *