Candi Borobudur Pemasangan stairlift atau alat bantu naik-turun tangga di Candi Borobudur menuai perhatian publik sejak diumumkan sebagai bagian dari upaya meningkatkan aksesibilitas bagi penyandang disabilitas dan lansia. Meski banyak pihak mendukung inisiatif ini, kekhawatiran mengenai potensi kerusakan pada struktur candi yang merupakan warisan budaya dunia pun mencuat. Namun, pihak pengelola menegaskan bahwa pemasangan stairlift tersebut dilakukan dengan sangat hati-hati, bahkan diklaim tanpa menggunakan paku maupun bor.

Latar Belakang Pemasangan Stairlift
Sebagai salah satu destinasi wisata budaya terpenting di Indonesia dan dunia, Candi Borobudur setiap tahunnya menerima ribuan kunjungan dari wisatawan domestik dan mancanegara. Namun, akses menuju bagian atas candi, terutama stupa utama di puncak, tidak mudah dilalui oleh semua orang. Tangga curam dan batu-batu besar membuat pengunjung dengan keterbatasan mobilitas sulit untuk menikmati keseluruhan pengalaman wisata di candi yang dibangun pada abad ke-8 Masehi ini.
Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Kemendikbudristek), bersama Balai Konservasi Borobudur dan PT Taman Wisata Candi Borobudur, Prambanan, dan Ratu Boko (TWC), menyusun program yang bertujuan menjadikan Borobudur sebagai destinasi wisata inklusif. Salah satu langkah nyata adalah memasang stairlift untuk memberikan akses bagi kelompok rentan.
Teknologi Stairlift: Solusi Inklusif
Stairlift merupakan kursi mekanik yang dipasang di sepanjang sisi tangga dan dapat mengangkut orang ke atas atau bawah tanpa harus melangkah. Alat ini banyak digunakan di bangunan bertingkat untuk memfasilitasi penyandang disabilitas dan lansia. Di Borobudur, keberadaan stairlift diharapkan dapat membuka peluang yang sama bagi semua orang untuk menikmati kekayaan sejarah dan budaya yang tersimpan di dalam relief dan struktur candi.
Namun, tantangan terbesar adalah bagaimana memasang teknologi modern ini tanpa merusak situs purbakala. Mengingat Borobudur merupakan salah satu situs Warisan Dunia UNESCO, tindakan apapun yang bersifat permanen atau invasif terhadap struktur asli dilarang keras.

Klaim “Tanpa Paku dan Bor”
Pihak Balai Konservasi Borobudur menegaskan bahwa pemasangan stairlift dilakukan secara non-invasif, yaitu tanpa menggunakan paku, bor, atau metode lain yang berpotensi merusak batuan asli candi. Stairlift dipasang dengan sistem modular dan portabel, dirancang khusus agar dapat dibongkar-pasang tanpa meninggalkan bekas apapun.
Menurut pernyataan resmi dari TWC, struktur pendukung stairlift dibuat dengan sistem penjepit dan penyangga yang menyesuaikan kontur anak tangga candi. Komponen logam ringan digunakan agar tidak membebani struktur. Selain itu, pemasangan dilakukan hanya di jalur-jalur tertentu yang telah disetujui oleh tim konservasi dan arkeolog.
“Semuanya dilakukan dengan pendekatan konservasi yang ketat. Tidak ada satu pun bagian asli candi yang dibor, dipaku, atau dilubangi,” ujar seorang pejabat dari Balai Konservasi.
Pro-Kontra di Masyarakat
Meski klaim tersebut disampaikan secara resmi, sebagian masyarakat dan pegiat pelestarian budaya tetap mempertanyakan keamanannya. Kekhawatiran muncul bahwa tekanan dari berat stairlift dan penggunanya dapat memberikan dampak jangka panjang pada batu-batu candi, apalagi jika terjadi getaran atau ketidakseimbangan.
Pakar arkeologi dari beberapa universitas menyarankan agar dilakukan kajian lebih lanjut dengan simulasi rekayasa struktur dan uji ketahanan material. Mereka meminta agar laporan pemasangan beserta hasil pengujian dipublikasikan secara terbuka untuk menjamin transparansi dan akuntabilitas.
Di sisi lain, komunitas penyandang disabilitas menyambut baik inisiatif ini. Mereka menilai langkah tersebut sebagai bentuk nyata dari kesetaraan akses terhadap warisan budaya. “Selama ini, banyak dari kami hanya bisa melihat Borobudur dari bawah. Dengan stairlift, kami punya kesempatan merasakan spiritualitas di puncak candi secara langsung,” ujar seorang pengunjung disabilitas yang ikut dalam uji coba penggunaan stairlift.

Pengawasan dan Evaluasi Berkelanjutan
Untuk mengatasi kekhawatiran yang muncul, Kemendikbudristek menjamin bahwa penggunaan stairlift akan terus diawasi dan dievaluasi secara berkala. Selain itu, jika di kemudian hari terbukti bahwa pemasangan stairlift memberi dampak negatif terhadap struktur candi, maka akan dilakukan peninjauan ulang bahkan pencabutan izin operasional alat tersebut.
UNESCO juga telah diberitahu mengenai rencana pemasangan ini dan dimintai rekomendasinya. Organisasi internasional ini sebelumnya memang telah mengeluarkan pedoman yang sangat ketat dalam hal pelestarian situs warisan dunia, terutama terkait intervensi modern.
Kesimpulan
Pemasangan stairlift di Candi Borobudur adalah langkah besar menuju wisata budaya yang inklusif. Dengan pendekatan non-invasif dan teknologi modular, pihak pengelola mengklaim bahwa proses ini dilakukan tanpa merusak struktur bersejarah candi. Meski demikian, pengawasan ketat dan evaluasi independen tetap diperlukan untuk memastikan kelestarian situs ini.
Borobudur bukan hanya warisan budaya bangsa Indonesia, tetapi juga milik dunia. Oleh karena itu, setiap upaya pengembangan aksesibilitas harus dijalankan dengan prinsip kehati-hatian, kolaborasi lintas sektor, dan transparansi. Dengan demikian, warisan ini tidak hanya bisa dinikmati oleh lebih banyak orang hari ini, tetapi juga tetap terjaga untuk generasi mendatang.